Sunday 7 March 2010

Hachiko

Tadi malam saya menonton sebuah film berjudul Hachiko. Film dari Jepang yang diproduksi sekitar tahun ’87-an. Film ini bercerita tentang kesetiaan seekor anjing. Mulai dari pertengahan film sampai habis saya tak bisa berhenti menangis. Huhuhuhu... biasanya saya bukanlah tipe orang yang mudah menangis saat menonton film. Namun film ini berhasil membuat saya terisak-isak.

Film ini mengangkat cerita tentang Hachiko, seekor anjing dari ras Akita Inu, yang dipelihara oleh Profesor Ueno, seorang profesor ternama di Jepang pada masa itu. Ketika Profesor Ueno berangkat bekerja, Hachi selalu mengantar kepergian majikannya di pintu rumah atau dari depan pintu gerbang. Hachi kadang-kadang mengantar majikannya hingga ke Stasiun Shibuya. Di petang hari, Hachi kembali datang ke stasiun untuk menjemput.

Hingga pada suatu hari Profesor Ueno tidak pulang.Majikannya meninggal akibat serangan jantung di kampus. Hachi seolah tidak mengerti Profesor Ueno sudah meninggal. Ia tetap pergi ke stasiun untuk menjemput majikannya.

Hachi dianggap sebagai lambang kesetiaan hewan kepada majikannya. Pada tahun 1932, kisah Hachi menunggu majikan di stasiun mengundang perhatian Hirokichi Saitō dari Asosiasi Pelestarian Anjing Jepang. Prihatin atas perlakuan kasar yang sering dialami Hachi di stasiun, Saitō menulis kisah sedih tentang Hachi. Artikel tersebut dikirimkannya ke harian Tokyo Asahi Shimbun, dan dimuat dengan judul Itoshiya rōken monogatari ("Kisah Anjing Tua yang Tercinta"). Lalu pada tahun 1935 patung Hachiko yang dibuat oleh seorang seniman bernama Teru Andō. Patung perunggu Hachikō akhirnya selesai dan diletakkan di depan Stasiun Shibuya. Upacara peresmian diadakan pada bulan April 1934, dan disaksikan sendiri oleh Hachikō bersama sekitar 300 hadirin. Andō juga membuat patung lain Hachikō yang sedang bertiarap. Setelah selesai pada 10 Mei 1934, patung tersebut dihadiahkannya kepada Kaisar Hirohito dan Permaisuri Kōjun.


THE STATUE OF HACHIKO IN FRONT OF SHIBUYA STATION

Yang bikin sebel (ya, saya ini cukup gampang terpengaruh secara emosi oleh sebuah film) adalah karakter istri dan anak dari profesor yang manjaaaaanya kebangetan. Jadi, setelah si profesor meninggal, mereka ninggalin Hachi gitu aja. Kan, Hachi jadi terlantaaaaaaaaaar =’(.

Sehabis menonton, satu lagi efek yang muncul: Kepingin melihara anjiiiiiing. Hihihihi.
Untuk tahu cerita lengkap tentang Hachiko dapat dilihat di sini.


THE DOG ITSELF



Cheers,

Louisa

Saturday 6 March 2010

Tiga wanita Pecinta Kopi

Saya masih bersemangat mengenai resolusi saya saat memulai blogging. “Satu postingan per hari.” Sampai saat ini saya masih memenuhi janji saya tersebut. Kali ini saya akan bercerita mengenai kedua orang sahabat saya.

Saya mempunyai dua orang sahabat terdekat, Varadila dan Ulung Putri. Saat ini kami sedang mencoba menjadi penggiat blog. Meski dekat, namun kami memiliki karakter yang sangat berbeda. Hal tersebut bisa dilihat dari isi blog kami.

Vara, yang kini sedang sibuk merancang pesta pernikahannya. Isi blognya tak lain dan tak bukan adalah persiapannya menjelang pernikahannya yang tinggal beberapa minggu lagi. Ada juga cerita mengenai kehidupan percintaannya dengan pria yang kini menjabat sebagai cami (saya membaca ini di blog Vara, yang merupakan kependekan dari Calon Suami). Saat membacanya, pertama saya masih tak percaya salah seorang dari kami akhirnya ada yang akan menikah. Hahhaha. Bukannya apa-apa, namun kedua orang sahabat saya (termasuk juga saya) bukanlah tipe wanita yang membicarakan mengenai pernikahan masa depannya ketika bertemu. Namun semua itu berubah ketika Vara mendapat status sebagai Castri (ini singkatan saya sendiri dari Calon Istri) seseorang. Kini obrolan meja kopi kami pun diramaikan oleh hal-hal berbau pernikahan. Mulai dari catering, pelaminan, hingga remeh-temeh soal pesta resepsi. Saya dan Ulung mencoba membantu mempersiapkannya, namun sebagian besar tanggung jawab dipegang oleh kedua calon mempelai.

Ulung Putri, seorang pekerja keras, pemikir, dan pembenci kucing. Ia juga ikut memulai sebuah blog. Postingan pertamanya membuktikan bahwa peer pressure memang memiliki pengaruh kuat terhadap proses pembuatan keputusan, salah satunya keputusan menulis blog. Ulung mengaku ia blogging karena tak mau tertinggal dari saya dan Vara. Yang ia takuti, saat obrolan meja kopi kami dilaksanakan, saya dan Vara hanya membicarakan apa yang kami tulis di dalam blog kami. Hehehhee. Ya engga lah, Lung. Lagi pula meski lo ga bikin blog, lo kan tetep bisa subscribe ke blog gw sama Vara, dear. Hihihihi.

Ulung ini wanita yang sangat mandiri, pekerja keras, tegas, dan yang saya anggap nilai plus darinya: well organized. Meski kadang ia bisa berubah menjadi diktator sekelas der fuhrer. Varadila, wanita yang bisa dibilang penuh cobaan dalam hidupnya =D. Namun Vara ini wanita yang sangat tangguh. Dari semua cobaan, ia selalu berhasil melaluinya. Vara juga punya hoki yang berlebih. Salah satu contohnya ia sudah singgah ke beberapa negara di Eropa sana, tanpa bayar akomodasi!

Ulung adalah wanita yang bisa dibilang sedikit skeptis. Dulu saya paling benci menghadapi pertanyaannya yang dimulai dengan kata “kenapa”. Bisa tak habis jika berdebat dengannya. Namun karena itulah ia sangat piawai ketika menjadi seorang jurnalis. Sementara Vara, mungkin ia tipe happy-go-lucky seperti saya. Saya melihat sedikit kesamaan dalam diri Vara. Salah satunya ya itu, terkadang kami mungkin memang tidak mengincar untuk menjadi atau mendapatkan yang terbaik, namun kami selalu mencoba menjadikan yang tebaik dari apa yang kami miliki. Ya ga, Var?

Terkadang saya iri kepada kedua sahabat saya ini. Yang satu, terlihat sangat sukses di kariernya, penuh perencanaan, hidupnya tertata dengan baik. Yang satu lagi, hidupnya penuh keberuntungan, dan kini sudah siap menikah. Kehidupan saya pun sedikit banyak terpengaruh dari mereka. Mereka lebih dari sahabat bagi saya, mereka adalah keluarga saya.

Sebenarnya masih banyak yang bisa saya ceritakan mengenai dua wanita super ini. Namun seberapa banyak kata yang sanggup saya tulis, takkan mampu menggambarkan sebesar apa rasa sayang saya kepada mereka berdua. Mungkin saya akan menulis lagi tentang mereka di lain kesempatan. Maybe I’m gonna bitching about them someday. Hehhee. Just kidding.




Cheers,

Louisa

Friday 5 March 2010

Freaky Friday

Hari ini...

hmm, sebaiknya saya menyebutnya apa ya?

Di kantor:

Hectic? Tidak terlalu. Masih ada hari-hari lain yang lebih heboh.

Bikin pusing? Lumayan. Karena saya harus menatap lembar kerja excel dalam waktu berjam-jam. Pusing karena tak terbiasa.

Mengesalkan? Yah, memang ada beberapa momen yang membuat darah saya mendidih. Namun, setelah menumpahkan semua uneg-uneg kepada seorang sahabat, darah yang tadi mendidih perlahan mulai mendingin.

Yang pasti, hari ini saya dag-dig-dug duer menunggu hari Senin nanti. Hari di saat kami menerjemahkan Oscar. Ada kabar baru muncul: Kami juga mungkin akan mengerjakan liputan Red Carpetnya. Phew.

Pagi hari:

Pagi ini semua berjalan normal, bahkan bisa dibilang cukup menyenangkan. Nobody’s waking up in the wrong side of the bed. Heheheh.
Perjalanan ke kantor juga cukup menyenangkan. Yah, memang jalanan sedikit terhambat, namun yang penting selama perjalanan ga ada yang cranky. Hihihi.

Aduh, ga jelas yah mo nulis apa. Ini bagian dari resolusi semenjak saya membuat blog, yaitu “satu postingan sehari”. Hehehe. Agar saya termotivasi untuk menulis. Minimal satu tulisan dalam satu hari.

Seorang sahabat mengatakan, “Tulis aja apa yang ada di pikiran lo. Ga usah mikirin penting-engganya dulu. Yang penting nulis.” Jadi, inilah yang saya lakukan. =D

Maaf kalo ternyata ada yang merasa terganggu.


Cheers,

Louisa

Thursday 4 March 2010

Pre-Bali Trip. Part 1

Akhirnyaaaa… akhir Maret segera tiba. Saat itu saya dan dua orang rekan kantor sudah berencana untuk berlibur ke Bali. Kami bertiga masuk ke kantor kurang lebih pada saat yang bersamaan pada tahun 2008. Karena sama-sama ”anak baru” kami pun lekas akrab. Sejak dulu kami merencanakan untuk pergi berlibur bersama. Namun hanya sekadar mengunjungi kota kembang pun rencana kami tak pernah terwujud. Akhirnya salah seorang dari kami, Wanda, kembali melempar topik liburan bersama, kali ini ke Bali, dan langsung disambut dengan antusias oleh saya dan Prita. Kami pun mulai mencari ”hari bagus” untuk merealisasikannya, dan menetapkan akan berangkat di minggu terakhir bulan Maret. Oh ya, liburan kali ini kami akan mengajak seorang dari Malaysia bernama Masrohaina. Masro ini bekerja di bawah payung perusahaan yang sama, hanya saja berlokasi di Negeri Jiran sana. ’Kan ceritanya perusahaan tempat kami bekerja ini globaaaaaaal =D.

Setelah semua sepakat mengenai tanggal keberangkatan, kami mulai menyusun rencana. Dimulai dengan rencana mengambil cuti bersama. Awalnya kami agak sungkan untuk mengajukan cuti secara berbarengan. Saat hendak mengirim surat permohonan cuti, kami pun berdiskusi panjang lebar. Apakah sebaiknya kami mengirim surat permohonan masing-masing di hari yang berbeda? Toh tak ada bedanya. Bos kami juga pasti akan menyadari kami meminta cuti di tanggal yang sama. Kami pun melakukan simulasi kecil-kecilan melalui skype. Mengantisipasi pertanyaan-pertanyaan yang kira-kira akan diajukan sang bos. Akhirnya kami memutuskan mengirim surat permohonan secara bersamaan. Satu, dua, tiga, send!!!! Tak lama bos menyapa kami melalui skype. Hal sudah kami prediksi sebelumnya. Namun ternyata pertanyaannya tak seperti saat simulasi kami tadi. Beliau hanya menanyakan kenapa kami bisa meminta cuti di tanggal yang sama. Untungnya. Permohonan cuti, beres!

Kini saatnya memesan tiket. Wanda bertugas untuk memantau harga tiket pesawat. Setiap harinya ia pun memberi perkembangan harga kepada kami. Saya dan Prita selalu menjawab, ”Sabar, tunggu yang termurah.” Akhirnya kam mendapat tiket PP seharga 800-an (yang ternyata beberapa hari lalu ada tiket seharga 500-an, PP). Ya sudah lah yaaa... emang takdirnya harus hambur-hambur. Hehehehe.

Tiket sudah terbeli. Langkah selanjutnya: Survey! Mulai dari hotel, tujuan wisata, rental mobil, water sport.,tempat makan, dan tak ketinggalan tempat untuk ”menghabiskan malam”. Untuk urusan ini, Wanda dan Prita mengurus masalah survey-survey ini. Kebetulan jadwal pekerjaan Wanda tak sepadat saya. Perkembangan mengenai hasil survey selalu dibagi melalu skype. Saya sih hanya manut saja. Wong ga sempet baca-baca semua link-link itu. Hehehhe. Lalu semua hasil survey dikumpulkan dan dikategorisasikan. Masro hanya menerima pemutakhiran melalui email dan skype. Wanda dan Prita memang jagoan saat berurusan dengan survey-mensurvey =D.



Malam tadi, saya, Prita, dan Wanda berkumpul untuk membahas hasil penemuan, memperkirakan budget, dan menyusun rundown. Hwaaaa... jadi ga sabar menunggu akhir Maret!!! Dua puluh tiga hari lagi!!! Namun, kami masih harus melalui bulan Maret yang berat di kantor. Salah satunya, menghadapi Oscar di awal minggu depan. Hiks.


Cheers,

Louisa

Wednesday 3 March 2010

Road To Oscar 2010


Ini adalah entri pertama saya. Seorang sahabat saya mulai menulis blog, ia lalu mengajak saya bergabung di dunia per-blogging-an. Ya, saya pikir, boleh lah dicoba. Itung-itung latihan menulis. Selama ini saya punya sedikit masalah dalam menulis. Ketika sudah berhadapan dengan komputer atau buku catatan, semua ide-ide hebat (sebenarnya biasa aja sih) tiba-tiba raib. Jadi, inilah saya, mencoba menulis.

Sebentar lagi pesta akbar perayaan Academy Award akan segera tiba. Tahun ini saya akan terlibat dalam ajang internasional itu. Andai saya termasuk orang-orang yang ada dalam daftar nominasi, atau mungkin orang-orang balik layar yang mewujudkan ajang penghargaan bergengsi dalam dunia perfilman itu. Namun kantor di mana saya bekerja saat ini (sebuah perusahaan global yang bergerak dalam jasa penerjemahan film-film berbahasa Inggris) kali ini kedapatan untuk menerjemahkan acara penganugerahaan tersebut.

Apa saya senang? Tentu saja. Ini adalah sesuatu yang baru bagi saya. Biasanya kami hanya menerjemahkan serial, reality show, talkshow, featute dan program-program documenter. Jadi, mendapat kesempatan menerjemahkan sebuah ajang besar seperti ini adalah sebuah hiburan J.

Apa saya takut? Tentu. Ini sesuatu yang baru. Semua orang pasti akan menantikan dan menyaksikannya. There’s no room for errors! Hari itu semua kegiatan di kantor terpusat hanya pada Oscar. Seisi kantor akan dikerahkan mengerjakan proyek ini. Kami harus bekerja dengan workflow baru dan mencoba beradaptasi dengannya. Sigh.

Tadinya kami diminta menerjemahkan Oscar secara Live (dengan ada delay tentunya). Namun, karena satu dan lain hal (sebenarnya saya tak cukup pasti apa penyebabnya) kami tak harus mengerjakan live. Saya cukup bersyukur sebenarnya. Tak terbayang bagaimana chaos-nya hari itu, jika kami jadi menerjemahkan live.

Di balik rasa senang dan takut, saya sangat menantikan hari Senin depan. Rekan-rekan kantor bahkan memikirkan dress code untuk hari itu, dan apakah kami perlu menggelar karpet merah dari depan kantor. Hihihihihii. Semua terkena euforia Oscar!!!

Kalau ditanya siapa yang saya jagokan. Hmm...

Yang pasti saja menjagokan Christoph Waltz dalam nominasi Best Supporting Actor.

Untuk film terbaik? Mungkin Avatar yang akan pulang membawa patung pria gundul itu.

Saya jelas mendukung Quentin Tarantino dalam kategori Best Original Screenplay dengan filmnya Inglorious Basterd.

Sisanya? Hope the best man (or woman) win!!


Cheers,


Louisa



PS. Semoga 10 tahun mendatang nama saya bisa berada di jajaran daftar penerima penghargaan =D amiiiiiin.